Minggu, 03 Januari 2016

Penjelasan Ayat2 musyabbihat

Penjelasan Ayat2 musyabbihat

                Maksut dari istiwa’(menempat) dalam firman Alloh(الرحمن على العرش إستوا) yakni menempat yg pantas untuk keagungan Alloh. Sehingga arti menempat itu sudah diketahui, tapi bagaimana caranya, tidak diketahui. Menempatnya Alloh diatas ‘arsy, tidak seperti menempatnya manusia diatas perahu, diatas kendaraan, atau ranjang contohnya. Sehingga barang siapa yg membayangkan seperti itu maka org tersebut termasuk orang yg dikalahkan oleh persangkaan salahnya. Karena orang tersebut menyerupakan Alloh dengan mahkluq, sedang telah  ditetapkan dalam dalil ‘aqli maupun naqli
 "انه ليس كمثله شيء"  tidak ada suatu apapun yg menyamai  Alloh. Seperti dzat Alloh yg tidak menyerupai dzat apapun dari mahkluq, setiap perkara yg disandarkan pada Alloh itu tidak menyerupai sesuatu yg disandarkan pada mahkluq.

                Memang di dalam Al qur’an terdapat penyandaran kata tangan kepada Alloh dalam firmannya Alloh; " يد الله فوق ايديهم "   kata kedua tangan dalam firman Alloh, 
 "ما منعك ان تسجد لما خلقت بيديّ"   dan kata mata dalam firman Alloh,
  "واصبر لحكم ربك باعيننا"     
Hanya saja tidak diperbolehkan untuk menyandarkan sesuatu kecuali hal itu telah disandarkan pada Alloh dalam kitabnya. Atau yg telah disandarkan oleh nabi yg diutus.

                Maksut dari kata “tangan” dalam ayat diatas  yaitu tangan yg memang pantas bagi Alloh. Seperti halnya “mata”, karena setiap perkara yg disandarkan pada Alloh itu tidak sama dengan perkara yg disandarkan pada mahkluq. Dan barang siapa yg meyakini bahwa tangan Alloh itu seperti tangannya sesuatu dari mahkluq atu mata yg seperti matanya sesuatu dari para mahkluq, maka orang tersebut termasuk orang yg dikalahkan oleh prsangka salahnya. Karena dia telah menyamakan Alloh dengan mahkluq.sedangkan sudah diterangkan      "انه ليس كمثله شيء"      tidak ada suatu apapun yg menyerupai Alloh.

                Maksut dari kata “menempat”, “ kedua tangan”, dan “mata” yg telah disebutkan merupakan pendapat kebanyakan ulama’ salaf. Sedangkan pendapat  kebanyakan ulama kholaf( ulama’ setelah tahun 500 H/ setelah generani(qurun) ke 3). Yaitu menafsiri “menempat” dengan arti mengusai, “tangan” dengan maksut nikmat/ kemampuan, “mata” diartikan dengan penjagaan. Tafsir yg diutarakan oleh ulama’ kholaf ini diutarakan karena mereka beranggapan ketika lafadz2 tersebut tidak dita’ wil( diarahkan keluar dari makna dzohir) maka akan terjadi persangkaan yg salah dengan mnyerupakan Alloh. Sedangkan dari kedua golongan ulama (salaf dan kholaf) telah sepakat bahwa org yg menyerupakan Alloh termasuk orang yg sesat. Akan tetapi selain jumhurul kholaf mengatakan sebenarnya prasangkaan salah dalam menyerupakan Alloh itu ketika memang tidak ada dalil ‘aqli dan naqli yg menunjukkan tentang bersihnya Alloh dari prasangka2 itu. Sehingga barang siapa yg menyerupakan Alloh itu memang dari diri mereka pribadi.

                Bgaimana cara kita menetapkan/memantapkan suatu kefahaman sedangkan setelahnya     mengatakan; “keadaan perkara itu tidak diketahui”?
                Hal ini sebenarnya tidak aneh karena kita tahu bahwa diri kita mempunyai beberapa sifat, seperti ilmu, mampu, dan berkehendak. Sedangkan kita tidak mengetahui bagaimana menempatnya sifat2 tersebut. Bahkan kita mampu mendengar, dan melihat, akan tetapi kita tidak mengerti bagaimana hasil pendengaran dan penglihatan itu. Kita juga bisa berbicara akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana ucapan kita keluar.


                Dari keterangan2 diatas Madzhab salaf lebih unggul untuk dipjadikan pegangan, karena lebih selamat dan lebih kuat, sedangkan madzhab ulama kholaf dalam hal ini boleh digunakan ketika tingkah dlorurot, hal itu dikarenakan ketika kata2 itu tidak dita’wil, maka mereka akan terjerumus menyerupakan Alloh. Sehingga kata2 tersebut harus dita’ wil dengan penta’wilan yg di perbolehkan ke dalam bahasa yg masyhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar