Penjelasan Ayat2 musyabbihat
Maksut dari istiwa’(menempat) dalam firman Alloh(الرحمن على العرش إستوا)
yakni menempat yg pantas untuk keagungan Alloh. Sehingga arti menempat itu
sudah diketahui, tapi bagaimana caranya, tidak diketahui. Menempatnya Alloh
diatas ‘arsy, tidak seperti menempatnya manusia diatas perahu, diatas
kendaraan, atau ranjang contohnya. Sehingga barang siapa yg membayangkan
seperti itu maka org tersebut termasuk orang yg dikalahkan oleh persangkaan
salahnya. Karena orang tersebut menyerupakan Alloh dengan mahkluq, sedang
telah ditetapkan dalam dalil ‘aqli
maupun naqli
"انه ليس كمثله شيء" tidak ada suatu apapun yg
menyamai Alloh. Seperti dzat Alloh yg
tidak menyerupai dzat apapun dari mahkluq, setiap perkara yg disandarkan pada
Alloh itu tidak menyerupai sesuatu yg disandarkan pada mahkluq.
Memang di dalam Al qur’an terdapat penyandaran kata
tangan kepada Alloh dalam firmannya Alloh; " يد الله
فوق ايديهم " kata kedua tangan dalam
firman Alloh,
"ما منعك ان تسجد لما خلقت
بيديّ" dan kata mata dalam
firman Alloh,
"واصبر لحكم ربك باعيننا"
Hanya saja tidak diperbolehkan
untuk menyandarkan sesuatu kecuali hal itu telah disandarkan pada Alloh dalam
kitabnya. Atau yg telah disandarkan oleh nabi yg diutus.
Maksut dari kata “tangan” dalam ayat diatas yaitu tangan yg memang pantas bagi Alloh.
Seperti halnya “mata”, karena setiap perkara yg disandarkan pada Alloh itu
tidak sama dengan perkara yg disandarkan pada mahkluq. Dan barang siapa yg
meyakini bahwa tangan Alloh itu seperti tangannya sesuatu dari mahkluq atu mata
yg seperti matanya sesuatu dari para mahkluq, maka orang tersebut termasuk
orang yg dikalahkan oleh prsangka salahnya. Karena dia telah menyamakan Alloh
dengan mahkluq.sedangkan sudah diterangkan
"انه ليس كمثله شيء"
tidak ada suatu apapun yg menyerupai Alloh.
Maksut dari kata “menempat”, “ kedua tangan”, dan
“mata” yg telah disebutkan merupakan pendapat kebanyakan ulama’ salaf.
Sedangkan pendapat kebanyakan ulama
kholaf( ulama’ setelah tahun 500 H/ setelah generani(qurun) ke 3). Yaitu
menafsiri “menempat” dengan arti mengusai, “tangan” dengan maksut nikmat/
kemampuan, “mata” diartikan dengan penjagaan. Tafsir yg diutarakan oleh ulama’
kholaf ini diutarakan karena mereka beranggapan ketika lafadz2 tersebut tidak
dita’ wil( diarahkan keluar dari makna dzohir) maka akan terjadi persangkaan yg
salah dengan mnyerupakan Alloh. Sedangkan dari kedua golongan ulama (salaf dan
kholaf) telah sepakat bahwa org yg menyerupakan Alloh termasuk orang yg sesat.
Akan tetapi selain jumhurul kholaf mengatakan sebenarnya prasangkaan salah
dalam menyerupakan Alloh itu ketika memang tidak ada dalil ‘aqli dan naqli yg
menunjukkan tentang bersihnya Alloh dari prasangka2 itu. Sehingga barang siapa
yg menyerupakan Alloh itu memang dari diri mereka pribadi.
Bgaimana cara kita menetapkan/memantapkan suatu
kefahaman sedangkan setelahnya
mengatakan; “keadaan perkara itu tidak diketahui”?
Hal ini sebenarnya tidak aneh karena kita tahu bahwa
diri kita mempunyai beberapa sifat, seperti ilmu, mampu, dan berkehendak.
Sedangkan kita tidak mengetahui bagaimana menempatnya sifat2 tersebut. Bahkan
kita mampu mendengar, dan melihat, akan tetapi kita tidak mengerti bagaimana
hasil pendengaran dan penglihatan itu. Kita juga bisa berbicara akan tetapi
kita tidak mengetahui bagaimana ucapan kita keluar.
Dari keterangan2 diatas Madzhab salaf lebih unggul
untuk dipjadikan pegangan, karena lebih selamat dan lebih kuat, sedangkan
madzhab ulama kholaf dalam hal ini boleh digunakan ketika tingkah dlorurot, hal
itu dikarenakan ketika kata2 itu tidak dita’wil, maka mereka akan terjerumus
menyerupakan Alloh. Sehingga kata2 tersebut harus dita’ wil dengan penta’wilan
yg di perbolehkan ke dalam bahasa yg masyhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar